Kamis, 13 Agustus 2009

Pengartian Kata

Apakah arti sebuah kata bagi sebagian besar orang ?, Bagaimana halnya bila Anda mendengar kata pelacur, bandingkan juga bagaimana halnya bila Anda mendengar kata haji atau bila mendengar kata guru ?. Pastinya pikiran akan langsung menghakimi dan menjerumuskan kata-kata itu terkait dengan salah satu negasi, yaitu baik-buruk. Kata pelacur diidentikkan dengan keburukan karena dominasi paradigma orang telah mengarah bahwa kata pelacur berarti kontra dengan norma masyarakat dan agama. Sebaliknya, kata haji atau guru diidentikkan dengan kebaikan karena dominasi lebih condong kepada arah keluhuran, kearifan,dan kebajikan. Tetapi apakah benar pelacur identik dengan keburukan, atau haji/guru identik dengan kebaikan.

Kondisi yang ada dalam masyarakat saat ini adalah seseorang selalu melihat segala sesuatu secara dangkal, termasuk dalam mengartikan atau menafsirkan kata-kata. Pelacur adanya sejak dulu memang buruk, itu yang telah terjadi sejak jaman nenek moyang kita dulu, lantas mengapa diperdebatkan !!. Paradigma seseorang telah terbawa pada kondisi kebiasaan penilaian yang telah diciptakan sejak dulu kala. Kebanyakan orang tidak mau berpikir lebih jauh untuk menelaah dan memaknai sesuatu di luar dari apa yang telah menjadi kebiasaan, yang ada hanyalah melakukan dan menerima kebiasaan-kebiasaan belaka. Saya jadi teringat tentang suatu konsep manajemen inovasi yang pernah menjadi bahan perdebatan ketika menjadi peserta wawancara kerja dengan user, bahwa untuk menjadi seseorang yang inovatif dan kreatif kita harus melakukan sesuatu perbuatan yang disebut "Thinking Out Of The Box". Berpikir di luar kotak bila dimaknakan secara lughowi. Tetapi bila dimaknakan secara harfiah berarti berpikir secara mendalam dan luas di luar dari kebiasaan-kebiasaan yang telah ada, begitulah kira-kira maknanya !!, (atau anda mau menambahkan).

Dalam agama Islam, yang sempat saya pelajari, juga terdapat satu peribahasa yang filosofinya (menurut saya pribadi) memiliki makna yang hampir sama dengan konsep manajemen inovasi tersebut, yaitu " Undzur Maa Qaala, Wa Laa Tandzur Man Qaala". Lihatlah apa yang dikatakan, dan janganlah melihat siapa yang berkata. Bila ditelaah secara mendalam, dapat ditemukan suatu ajaran untuk memandang segala sesuatu bukan hanya dari apa yang tampak, tetapi lebih kepada kualitas yang tertutup dari yang tampak tersebut. Boleh jadi perkataan anak kecil lebih benar, tetapi kita tidak menganggapnya hanya karena keluar dari mulut anak seumur jagung. Boleh jadi pendapat karyawan baru lebih masuk akal, tetapi kita tidak mau menerima atau mengakui hanya karena gengsi lebih besar dari kebijaksanaan. lalu kapan kita akan berkembang, kapan perusahaan yang kita pimpin akan maju, atau ekstrimnya kapan negara ini akan bangkit dari keterpurukan ???

Nah,lalu apa kaitannya semua itu dengan tema tulisan ini mengenai arti kata ?. Sekarang kita kembali lagi, apakah benar kata pelacur identik dengan keburukan ?, atau apakah benar kata haj/guru identik dengan kebaikan ?. Bila mau berpikir di luar kotak dan memandang sesuatu berdasarkan kualitas, maka tidak semuanya benar. Selain dengan pengertian berdasarkan kebiasaan yang telah memenjarakan paradigma masyarakat, kita juga harus mengartikannya berdasarkan subjek yang melekat pada kata-kata tersebut. Seandainya manusia sebagai subjek yang kita lekatkan pada kata-kata tersebut, maka akan muncul pengartian yang berbeda.

Dalam kenyataannya, tidak semua wanita yang menjadi pelacur itu buruk, tidak semua manusia yang menyandang predikat haji itu baik, tidak semua manusia yang berprofesi guru dapat ditiru tindak tanduknya. Apakah kita pernah memikirkan apa penyebab banyak wanita menjadi pelacur ?, Apakah kita pernah tahu kebaikan yang terpendam dalam hati mereka ?, ataukah kita pernah tahu kebaikan-kebaikan yang pernah mereka lakukan ?. Sebaliknya di media massa sering kita dengar dan lihat seorang haji atau seorang guru melakukan tindakan tidak terpuji, memperkosa, mendhalimi orang lain, berjudi, terlibat narkoba, dan sebagainya.

Kondisi yang terjadi, kata pelacur, haji, dan guru identik dengan keburukan atau kebaikan karena sudah tercipta paradigma seperti itu sejak dulu, yang terbentuk berdasarkan sifat-sifat yang diletakkan manusia pada kata-kata itu. Kata pelacur bersifat kontra dengan norma masyarakat dan agama. Kata haji dan guru bersifat pro dengan kearifan, keluhuran, dan kebajikan. bagaimana halnya bila di kemudian hari terjadi sebaliknya, dan ternyata semua wanita pelacur selalu melakukan kebaikan dan menjadi pendukung positif norma masyarakat dan agama. lalu bagaimana halnya bila semua haji dan guru ternyata selalu melakukan perbuatan tercela. Tentunya paradigma akan berputar 180 derajat dengan memberikan titel keburukan kepada kata haji dan guru, serta titel kebaikan kepada kata pelacur. Bukankah arti hanya diberikan karena paradigma yang terbentuk oleh kebiasaan dan kenyataan !!! Saat ini kondisi sudah mengarah kepada paradigma seperti itu, toh sekarang tidak semua orang percaya jika orang dengan predikat haji atau berprofesi guru sudah tentu baik perilakunya !!!. Apakah masih pantas jika pelacur identik dengan keburukan, atau haji dan guru identik dengan kebaikan ????. Nah sekarang terserah Anda bagaimana mengartikan sebuah kata. Semoga tulisan ini menjadi pencerahan……..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar