Selasa, 06 Oktober 2009

Hukum Ketenagakerjaan Merupakan Hukum Publik*


Aturan hukum secara materiil dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu hukum publik dan hukum privat. Hartono Hadisoeprapto dalam bukunya juga telah membagi aturan hukum menurut isinya menjadi dua macam, yaitu :[1]

a. Hukum Publik (Public Law), yaitu aturan hukum yang mengatur kepentingan umum, atau dapat dikatakan sebagai aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara dengan perseorangan atau hubungan antara negara dengan alat perlengkapannya;


b. Hukum Privat (Privat Law), yaitu aturan hukum yang mengatur kepentingan perseorangan atau dapat dikatakan sebagai aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain.


Pada intinya yang menjadi perbedaan adalah masalah kepentingan. Bila mengatur kepentingan umum disebut sebagai hukum publik, sedangkan apabila mengatur kepentingan perseorangan disebut sebagai hukum privat. Perseorangan dapat diartikan sebagai subjek hukum. Subjek hukum adalah sebagai pendukung hak dan kewajiban, yang secara hakiki disebut sebagai “orang”. Menurut ilmu hukum, orang terdiri dari manusia dan badan hukum. Manusia merupakan subjek hukum dalam arti biologis, sedangkan badan hukum adalah subjek hukum dalam arti yuridis.


Melihat definisi di atas, hukum ketenagakerjaan di Indonesia dapat dikategorikan sebagai hukum publik. Pengkategorian tersebut tidak terlepas dari adanya campur tangan pemerintah terkait aspek-aspek ketenagakerjaan di Indonesia. Di mana yang awalnya hanya menyangkut hubungan hukum (hubungan kerja) antara pengusaha dengan pekerja (hukum privat), kemudian mendapatkan campur tangan pemerintah sebagai pihak ketiga (hukum publik). Sehingga saat ini dikenal istilah hubungan industrial, yang menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disebut UUK, tepatnya pada pasal 1 angka 16 didefinisikan sebagai suatu sistim hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, tenaga kerja, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.


Pemerintah berkepentingan dan berperan dalam menciptakan hubungan industrial yang aman, harmonis, dan dinamis. Secara umum, dalam hubungan industrial pemerintah berperan sebagai regulator sekaligus menjalankan fungsi supervisi. Pasal 102 ayat (1) UUK menyebutkan bahwa pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Hubungan industrial yang aman, harmonis, dan dinamis pada dasarnya adalah untuk mewujudkan tujuan hubungan industral itu sendiri. Berdasarkan seminar Nasional Hubungan Industrial Pancasila tahun 1974 dikemukakan bahwa tujuan hubungan industrial adalah mengemban cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial melalui penciptaan ketenangan, ketentraman, dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi, dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabat manusia.[2]


Melalui penjelasan di atas terungkap bahwa hukum ketenagakerjaan indonesia tidak hanya menyangkut hubungan antara pengusaha dan pekerja belaka, namun lebih luas lagi karena menyangkut kepentingan umum (publik), bahkan tujuan negara. Dengan demikian, sangat jelas mengapa hukum ketenagakerjaan Indonesia dikategorikan sebagai hukum publik.

Pengkategorian hukum ketenagakerjaan sebagai hukum publik akibat adanya campur tangan pemerintah berkaitan erat dengan kaedah hukum ketenagakerjaan yang berkembang di Indonesia. Kaedah hukum ketenagakerjaan yang berkembang di Indonesia adalah “kaedah hukum heteronom”. Dalam kaedah hukum heteronom, ketentuan-ketentuan hukum yang ditetapkan oleh pihak ketiga (pemerintah) di luar para pihak yang terikat dalam suatu hubungan kerja menjadi sumber hukum yang utama. Misalnya semua peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh pemerintah.


Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi berkembangnya kaedah hukum tersebut, yaitu :

a. Sistim Hukum Yang Dianut

Indonesia menganut sistim hukum Eropa Kontinental (Civil Law System). Dalam sistim ini, peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan sumber hukum yang utama. Begitu pula halnya yang terjadi dalam hukum ketenagakerjaan, di mana peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah harus menjadi sumber hukum yang utama, yang dijadikan acuan atau pedoman dalam pengaturan aspek ketenagakerjaan dalam hubungan kerja oleh pengusaha.


b. Model Hubungan Industrial Yang Dianut

Model hubungan industrial yang dianut adalah corporatist model, yaitu suatu model hubungan industrial di mana peran pemerintah sangat dominan dalam menentukan syarat-syarat kerja dan kondisi kerja.[3]


Hal penting yang dapat diambil melalui penjelasan ini adalah bahwa hukum ketenagakerjaan merupakan hukum publik. Hal tersebut dibuktikan dengan dikenalnya suatu sistim yang disebut hubungan industrial. Selain itu, dibuktikan juga dengan kaedah hukum yang berkembang di Indonesia. Implikasi hal tersebut adalah bagi pengusaha yang menjalankan kegiatan usahanya dalam pelaksanaan hubungan kerjanya dengan pekerja, aturan-aturan di dalam perusahaan harus tunduk atau mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah.






*Budhi Prasetyo



Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


Hadisoeprapto, H., 2001, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta : Liberty.


Shamad, Y., 1995, Hubungan Industrial di Indonesia, Jakarta : PT. Bina Sumberdaya Manusia.


Uwiyono, A., 2007, Dinamika Ketentuan Hukum Tentang Pesangon, http://www.anggreklawfirm.co.id.




[1] Hartono Hadisoeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, Edisi 4, 2006, Hal. 35-36.


[2] Yunus Shamad, Hubungan Industrial di Indonesia, PT. Bina Sumber Daya Manusia, Jakarta, 1995, hal. 12-13.


[3] Aloysius Uwiyono, Dinamika Ketentuan Hukum tentang Pesangon, www.anggreklawfirm.co.id, 22 Juli 2007



Tidak ada komentar:

Posting Komentar