Kamis, 22 Juli 2010

KOMITE AUDIT

Adanya pembentukan Komite Audit di perseroan merupakan perkembangan dalam dunia korporasi. Komite Audit merupakan hal yang baru di Indonesia, di mana eksistensinya pada perseroan didukung dengan pengakuan di dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang menggantikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 yang mengatur hal yang sama. Adanya pengakuan tersebut menjelaskan bahwa Komite Audit merupakan organ vital yang membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight).



Dalam konsepsi hukum korporasi, untuk merepresentasikan keberadaan pemegang saham atau pemilik modal pada fungsi pengawasan, dilakukanlah suatu pelembagaan organ perseroan dalam bentuk Dewan Komisaris. Keberadaan Dewan Komisaris pada prinsipnya adalah untuk melindungi kepentingan pemegang saham atau pemilik modal, baik yang mayoritas maupun minoritas. Namun terkadang fungsi pengawasan tidak berjalan sesuai dengan keinginan pemegang saham atau pemilik modal, terkadang independensi menjadi masalah yang sulit terpecahkan, atau juga disebabkan karena ketidakefektifan Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasannya.



Adanya pengakuan terhadap keberadaan Komite Audit dalam UUPT harus disambut gembira, apalagi hal tersebut merupakan kewajiban bagi BUMN dan/atau Perseroan Terbuka. Komite Audit yang bersifat independen, yang ditandai dengan persyaratan keanggotaan yang harus berasal dari pihak independen, sangat membantu sebagai penyeimbang dalam jajaran Dewan Komisaris. Selain itu, tugas-tugas yang diemban oleh Komite Audit dapat juga membantu efektifitas fungsi pengawasan Dewan Komisaris.



Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan yang beranggotakan sedikitnya 3 (tiga) orang, diketuai oleh Komisaris Independen dengan dua orang eksternal yang independen yang salah satunya menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.



Dalam UUPT, pembentukan komite-komite terutama Komite Audit bukanlah suatu kewajiban bagi Dewan Komisaris. Namun sebaliknya, hal tersebut menjadi kewajiban (mandatory) bagi beberapa perusahaaan persero (BUMN) dan/atau Perseroan Terbuka.



Bagi BUMN kewajiban pembentukan Komite Audit tertuang di dalam pasal 70 Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara jo. Pasal 14 ayat (1) Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasal 70 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 menyebutkan bahwa Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk Komite Audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya, di mana Komite Audit dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada Komisaris atau Dewan Pengawas. Selanjutnya, pasal 14 ayat (1) Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor KEP-117/M-MBU/2002 juga menyebutkan bahwa Komisaris/Dewan Pengawas BUMN sebagaimana yang telah disebutkan harus membentuk Komite Audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris/Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.



Kewajiban pembentukan Komite Audit bagi Perseroan Terbuka pertama kali dapat ditemukan pada Surat Edaran Bapepem No.03/PM/2000. Selain itu, kewajiban tersebut dapat juga ditemukan di dalam Peraturan Bapepam IX.I.5 yang menyebutkan bahwa bagi emiten atau perusahaan publik wajib memiliki Komite Audit berikut pedoman kerjanya. Komite Audit sekurang-kurangnya terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris Independen dan 2 (dua) orang lainnya yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Selain itu, kewajiban pembentukan Komite Audit juga dapat ditemukan pada Surat keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta NOMOR : Kep-305/BEJ/07-2004 tentang Peraturan Nomor I-A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar