Beberapa waktu yang lalu sempat santer diberitakan oleh beberapa media elektronik mengenai surat Kementerian Negara BUMN yang membebastugaskan beberapa Komisaris di salah satu BUMN Terbuka (PT Tbk.). Namun, tampaknya ada yang patut dicermati dari pemberitaan tersebut, mengingat di satu sisi, judul dan isi pemberitaan yang ditulis oleh pewarta/jurnalis menimbulkan kesan bahwa “Kementerian Negara BUMN memberhentikan komisaris tersebut”, sementara di sisi lain, melalui kutipan keterangan tertulis pihak perusahaan (Sekretaris Perusahaan) dalam pemberitaan tersebut disebutkan bahwa “Kementerian Negara BUMN membebastugaskan Komisaris tersebut dan meminta Dewan Komisaris untuk menunjuk pelaksana tugas Komisaris yang dibebastugaskan tersebut sampai dengan RUPS yang akan datang”.
Melalui hal tersebut, terlihat adanya 2 (dua) hal yang berbeda, di mana menurut pewarta/jurnalis keberadaan Surat Kementerian Negara BUMN yang membebastugaskan Komisaris tersebut berarti telah memberhentikan Komisaris tersebut sebagai Komisaris di BUMN tersebut, sementara pihak perusahaan menyatakan keberadaan Kementerian Negara BUMN hanya berimplikasi pada pembebasan tugas semata. Manakah yang benar dari kedua hal tersebut ?, apakah telah terjadi distorsi penyampaian infomasi dari pihak perusahaan kepada pewarta / jurnalis ?, atau apakah pewarta / jurnalis sengaja memilih kata yang demikian agar lebih menarik minat orang untuk membacanya ?.
Tampaknya hal tersebut sagat menarik untuk dibahas / dikaji dari aspek hukum untuk mengetahui implikasi Surat Kementerian Negara BUMN yang membebastugaskan Komisaris di BUMN Terbuka (PT Tbk.) tersebut, apakah berimplikasi terhadap pemberhentian Komisaris atau hanya sebatas pembebsan tugas semata. Untuk itu berikut adalah pembahasan / kajian dimaksud :
1. Kekuatan Mengikatnya Surat Kementerian Negara BUMN terhadap BUMN Terbuka/Perseroan (PT Tbk.)
Mengingat BUMN tersebut merupakan BUMN Terbuka (PT Tbk.), di mana terdapat pemegang saham lainnya selain Pemerintah (yang diwakili oleh Kementerian BUMN), maka surat yang disampaikan oleh Kementerian Negara BUMN kepada BUMN tersebut adalah bukan selaku RUPS, dan untuk itu dapat dikatakan bahwa surat tersebut adalah sebagai bentuk kebijakan dari otoritas pengelola BUMN yang juga selaku pemegang saham yang mewakili pemerintah.
Jika mengacu pada Hukum Tata Negara, Surat Menteri tidak termasuk dalam jenis Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU 10/2004). Pejabat yang mengeluarkan Kebijakan tidak memiliki kewenangan membuat peraturan umum. Surat yang memuat kebijakan tersebut adalah salah satu bentuk peraturan kebijaksanaan (beleidsregel) yang merupakan wujud kewenangan bebas (freies ermessen) yang dikeluarkan oleh pejabat yang tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Kebijakan tersebut dapat memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud di dalam pasal 7 ayat 4 UU 10/2004 yang menyebutkan :
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”
Sesuai dengan hal tersebut di atas, sampai dengan saat ini tidak dapat ditemukan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang terkait dengan Kebijakan Menteri BUMN yang membebastugaskan Komisaris sebagaimana dimaksud di dalam suratnya, dengan demikian bahwa Kebijakan Menteri BUMN tersebut di atas tidak mengikat bagi Perseroan. Hal tersebut berarti, meskipun dilakukan pembebasan tugas terhadap Komisaris tersebut, secara hukum Komisaris tersebut masih sebagai Komisaris BUMN yang bersangkutan, walaupun sudah tidak bertugas lagi.
Namun sebaliknya, kebijakan tersebut sepatutnya diikuti/dipatuhi oleh Komisaris yang bersangkutan mengingat mereka diusulkan oleh Pemegang Saham, yang dalam hal ini adalah Kementerian Negara BUMN selaku Pemegang Saham yang mewakili Pemerintah, walaupun secara hukum mereka masih berstatus sebagi Komisaris di BUMN tersebut
2. Maksud Surat Kementerian Negara BUMN, Khususnya Terkait Dengan Pembebasan Tugas Komisaris
Sebagaimana tersebut di atas, bahwa kebijakan pembebasan tugas Komisaris adalah tidak mengikat BUMN Terbuka/Perseroan (PT Tbk.), yang berarti bahwa Perseroan secara hukum harus masih mengakui bahwa Komisaris yang dibebas tugaskan tersebut adalah masih berstatus sebagai Komisaris meskipun sudah tidak bertugas lagi. Hal tersebut sepertinya sudah disadari oleh Kementerian Negara BUMN sebagaimana yang tergambar di dalam isi pemberitaan di beberapa media elektronik yang menyebutkan kata-kata “pembebasan tugas”, dan “sampai dengan keputusan RUPS yang akan datang”.
Melalui penyebutan hal tersebut, Kementerian Negara BUMN sepertinya menyadari bahwa kebijakan yang dikeluarkannya adalah dalam kapasitasnya selaku Pemegang Saham, bukan selaku RUPS, yang berarti hanya dapat melakukan pembebasan tugas anggota Dewan Komisaris, bukan pemberhentian anggota Dewan Komisaris. Konsekuensi hal tersebut adalah berarti Komisaris yang dibebastugaskan tersebut secara hukum masih berstatus sebagai Komisaris, walaupun sudah tidak bertugas lagi. Hal ini sangat berbeda dengan BUMN yang belum Terbuka (PT Tbk.), di mana 100 % sahamnya dimiliki Pemerintah. Surat yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara BUMN kepada BUMN yang belum Terbuka tersebut dapat diartikan sebagai RUPS / Keputusan RUPS.
Menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris merupakan kewenangan RUPS, untuk itu dapat terlihat jelas mengapa di dalam Surat Kementerian Negara BUMN tersebut meminta kepada Dewan Komisaris untuk menunjuk pelaksana tugas Komisaris yang dibebastugaskan tersebut sampai dengan RUPS yang akan datang.
Kewenangan RUPS tersebut dapat ditemukan pada ketentuan-ketentuan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut sebagai UUPT) :
- Pasal 1 butir 4 jo. Pasal 75 ayat 1
Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar
RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar
- Pasal 111 ayat 1
Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
- Pasal 87 ayat 5
Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.
3. Konsekuensi Pembebasan Tugas Komisaris Pada BUMN Terbuka/Perseroan (PT Tbk.)
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa dengan pembebasan tugas Komisaris, maka secara hukum Komisaris tersebut tetap diakui Komisaris pada BUMN Terbuka/Perseroan (PT Tbk.). Terkait dengan hal tersebut, dan mengacu kepada prinsip-prinsip yang terdapat di dalam UUPT, di mana yang dimaksud dengan Komisaris adalah Dewan Komisaris secara kolegial, termasuk bahwa setiap keputusan Dewan Komisaris adalah keputusan Dewan Komisaris secara kolegial, maka terdapat beberapa konsekuensi yang harus diperhatikan, yaitu :
- Bahwa meskipun sudah tidak bertugas, Komisaris yang dibebastugaskan tersebut tetap dapat dimintakan tanggung jawabnya, karena secara hukum masih berstatus sebagai Komisaris
- Bahwa karena keputusan Dewan Komisaris harus merupakan keputusan kolegial, maka setiap keputusan Dewan Komisaris harus tetap memerlukan persetujuan Komisaris yang telah tidak dibebaskan tugas tersebut.
Kesimpulan
Melalui penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa Surat Kementerian Negara BUMN hanya sebatas kebijakan yang tidak mengikat bagi BUMN yang Terbuka (PT Tbk.), sehingga surat tersebut hanya berimplikasi pada pembebasan tugas Komisaris yang bersangkutan, bukan pemberhentian.
2. Bahwa Surat Kementerian Negara BUMN hanya dimaksudkan untuk membebaskan tugas Komisaris yang bersangkutan, dan untuk itu pemberhentian Komisaris yang bersangkutan hanya dapat dilakukan melalui RUPS.
3. Bahwa konsekuensi dengan adanya pembebasan tugas Komisaris yang bersangkutan adalah : i) Komisaris yang dibebastugaskan tersebut tetap dapat dimintakan tanggung jawabnya, karena secara hukum masih berstatus sebagai Komisaris, dan ii) keputusan Dewan Komisaris pada BUMN yang Terbuka (PT Tbk.) tersebut harus tetap memerlukan persetujuan Komisaris yang telah dibebaskan tugas tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar